ETHICAL GOVERNANCE
Nama : Meri Herliyani
NPM : 2A211288
Kelas : 4EB06
Etika Profesi Akuntansi
BAB 3. ETHICAL GOVERNANCE
3.1 GOVERNANCE SYSTEM
Governance
system atau sistem pemerintahan adalah kombinasi dari dua kata, yaitu: “sistem”
dan “pemerintah”. Berarti sistem secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa
bagian yang memiliki hubungan fungsional antara bagian-bagian dan hubungan
fungsional dari keseluruhan, sehingga hubungan ini menciptakan ketergantungan
antara bagian-bagian yang terjadi jika satu bagian tidak bekerja dengan baik
akan mempengaruhi keseluruhan. Pemerintahan dalam arti luas memiliki pemahaman
bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam menjalankan kesejahteraan negara dan
kepentingan negara itu sendiri. Secara harfiah berarti sistem pemerintahan
sebagai bentuk hubungan antar lembaga negara dalam melaksanakan kekuasaan
negara untuk kepentingan negara itu sendiri dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan rakyatnya.
Prinsip
etika bersifat author yang bersifat perintah menjadi suatu perintah. Dalam
etika pemerintahan, apa yang dianjurkan merupakan paksaan yang dalam kehidupan
sehari-hari dapat menimbulkan kesulitan. Etika digantungkan dengan author yang
menghendaki orang harus tunduk pada perintah. Pemerintah tidak dapat
melaksanakan perintah sekehendaknya yang bertentangan dengan nilai etika
masyarakat. Kebijakan sebagai prinsip etika memang baik, tetati tidak
memberikan suatu kepastian. Sedangkan dalam masyarkat perlu adanya tindakan
yang praktis yang dapat membawa kearah perbaikan.
Etika
Pemerintahan, di dalam mencapai kesempurnaan harus ada adjustment dengan
politik negara, dengan memperhatikan nilai-nilai moral, etik sesuai dengan
nilai-nilai. Etika pemerintahan harus mempunyai adjustment dan penyesuaian
segala sesuatu yang tidak ada batasnya. Pemerintahan selalu berubah menurut
power yang berkuasa. Etika pemerintahan harus berpegang pada power, authority
danotoritas. Adanya power dan authority tersebut yang penting adalah
penggunaannya. Power berhubungan dengan factor wibawa. Dalam negara modern
orang yang diberi hak dan kewajiban harus ada partisipasi. Dalam etika
pemerintahan harus ada partisipasi yang intensif dengan masyarakat.
3.2 BUDAYA ETIKA
Budaya etika
adalah perilaku yang etis. Corporate
culture (budaya perusahaan) merupakan konsep yang berkembang dari ilmu
manajemen serta psikologi industri dan organisasi. Bidang-bidang ilmu tersebut
mencoba lebih dalam mengupas penggunaan konsep-konsep budaya dalam ilmu
manajemen dan organisasi dengan tujuan meningkatkan kinerja organisasi, yang
dalam hal ini, adalah organisasi yang berbentuk perusahaan. Djokosantoso
Moeljono mendefinisikan corporate culture sebagai suatu sistem nilai yang
diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta
dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan
dijadikan acuan berperilaku dalam organsisasi untuk mencapai tujuan perusahaan
yang telah ditetapkan.
Menurut Martin Hann, ada sepuluh
parameter budaya perusahaan yang baik antara lain:
1.
Pride
of the organization
2.
Orientation
towards (top) achievements
3.
Teamwork
and communication
4.
Supervision
and leadership
5.
Profit
orientation and cost awareness
6.
Employee
relationships
7.
Client
and consumer relations
8.
Honesty
and safety
9.
Education
and development
10.
Innovation
3.3 MENGEMBANGKAN STRUKTUR ETIKA KORPORASI
Good
Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan
akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai
perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola
yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU
Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha,
Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat
suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata
kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim
manajemennya. Pembentukan beberapa perangkat struktural perusahaan seperti
komisaris independen, komite audit, komite remunerasi, komite risiko, dan
sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas
"Board Governance". Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk
membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal melakukan
pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan
tujuan organisasi. Sementara itu, sekretaris perusahaan merupakan struktur
pembantu dewan direksi untuk menyikapi berbagai tuntutan atau harapan dari
berbagai pihak eksternal perusahaan seperti investor agar supaya pencapaian
tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif waktu pencapaian tujuan
ataupun kualitas target yang ingin dicapai. Meskipun belum maksimal, Uji
Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang dilakukan oleh pemerintah
untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang tak
terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun "Board Governance" yang
baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan menjadi lebih mudah
dan cepat.
3.4 PENGEMBANGAN CODE OF CONDUCT
Pengelolaan
perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus
diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau
etika. Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis dalam
bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam
berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang
berkepentingan. Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku
perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder.
Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya.
Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis
nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan
atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan
pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct. Dengan
dilaksanakannya komitmen diharapkan akan menciptakan nilai tambah tidak saja
bagi perusahaan, tetapi juga bagi pelaku bisnis sehingga kepentingan pelaku
bisnis dapat diselaraskan dengan tujuan perusahaan. Untuk mendukung terciptanya
tujuan perusahaan maka pelaku bisnis akan mengimplementasikan komitmen tersebut
dalam pengelolaan perusahaan sehari-hari, yaitu:
1)
Pelaku bisnis akan bekerja secara profesional
Bertindak untuk
bekerja secara professional dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.
Professional dalam hal ini, artinya pelaku bisnis harus dapat memahami,
menghayati dan melaksanakan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab
masing-masing dengan memanfaatkan keahlian maupun potensi diri pribadi untuk
mencapai tujuan perusahaan secara efektif, efesien, dan optimal.
2)
Pelaku bisnis bekerja kreatif dan inovatif
Pelaku bisnis
juga bertekad untuk bekerja secara kreatif dan inovatif dalam menjalankan tugas
masing-masing. Kreatifitas dan inovasi dapat dimiliki seseorang dengan cara
belajar sendiri dari buku, dan pengalaman sendiri atas praktek bisnis yang
sehat serta belajar dari pengetahuan/pengalaman orang lain.
3)
Pelaku bisnis mendukung penerapan Good Corporate
Governance Penerapan Good Corporate Governance (GCG) akan mendorong perusahaan untuk
menghasilkan kinerja yang unggul dan nilai tambah ekonomi pemegang saham dan
para stakeholder, termasuk pelaku bisinis.
4)
Terdapat enam hal tujuan dari penerapan GCG pada BUMN.
· Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara
meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung
jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional
maupun internasional.
· Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional,
transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian
organ.
· Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan
menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung
jawab sosial BUMN terhadap stakeholder maupun kelestarian lingkungan di sekitar
BUMN.
·
Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian
nasional.
·
meningkatkan iklim investasi nasional.
·
Mensukseskan program privatisasi.
Adapun
keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan Corporate Governance pada
perusahaan adalah:
·
Lebih mudah meningkatkan modal
·
Mengurangi biaya modal
·
Meningkatkan kinerja perusahaan dan kinerja keuangan
·
Memberikan dampak yang baik terhadap harga
saham.
Penerapan GCG dapat meningkatkan nilai
perusahaan, dengan meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi risiko yang
mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan yang menguntungkan diri sendiri,
dan umumnya Corporate Governance dapat meningkatkan kepercayaan investor.
Corporate Governance yang buruk menurunkan tingkat kepercayaan investor,
lemahnya praktik GCG merupakan salah satu faktor yang memperpanjang krisi
ekonomi di Negara kita.
Komite Nasional mengenai kebijakan
Corporate Governance (National Committee on Corporate Governance / NCCG),
Agustus 1999 menidentifikasi 13 bidang penting yang memerlukan pembaharuan,
menyusun dan menerbitkan Pedoman Good Corporate Governance (Code for Good
Corporate Governance), (Maret 2001) yang dapat digunakan oleh korporasi dalam
mengembangkan Corporate Governance, berisi :
1.
Hak dan tanggung jawab pemegang saham.
2.
Fungsi, tugas dan kewajiban dewan komisaris.
3.
Fungsi, tugas dan kewajiban dewan direksi.
4.
Sistem audit, termasuk peran auditor eksternal dan
komite audit.
5.
Fungsi, tugas dan kewajiban sekretaris perusahaan.
6.
Hak stakeholders, dan akses kepada informasi yang
relevan.
7.
Keterbukaan yang tepat waktu dan akurat.
8.
Kewajiban para komisaris dan direksi untuk menjaga
kerahasiaan.
9.
Larangan penyalahgunaan informasi oleh orang dalam.
10. Etika
berusaha.
11. Ketidakpatutan
pemberian donasi politik.
12. Kepatuhan
pada peraturan perundang-undangan tentang proteksi kesehatan, keselamatan kerja
dan pelestarian lingkungan.
13. Kesempatan
kerja yang sama bagi para karyawan.
Komentar
Posting Komentar